Teruntukmu (Edelweisku)

Mendeskripsikan wajahmu
Seperti terdiam duduk di atas batu sungai yang jernih.
Tak bosan aku melihatnya, tak jenuh aku mendengarnya.
Sesekali ku raih air itu dingin menusuk jiwaku.
Begitu lemah melihat hutan yang sunyi.
Menyerah pada dinginnya sangga buana tak mengecilkan nyaliku untuk kembali.
Walau kabut turun mengahalangi pandangku.
Ketika ku dekati kau diam, saat ku gapai kau tetap diam.
Beberapa tangkai ku bawa pulang menghiasi ruang hampa kamarku.
Mungkin kau tak akan mampu membahagiakan aku.
Tapi denganmu aku bahagia (edelweisku). Selengkapnya...

Makalah Peran Penting Keluarga, Masyarakat dan Pemerintah Dalam Program Pendidikan

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan cara dikemas dan disajikan dengan format dan bahasa sederhana namun penuh manfaat, makalah ini berjudul “Peranan Pemerintah, Keluarga, dan Masyarakat Dalam Pendidikan” untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Pendidikan.
Seperti diketahui bahwa United Nation’s Development Program (UNDP) pada tahun 2004 ini menempatkan Human Development Index (HDI) Indonesia pada urutan 111 dari 175 negara. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Philipina, posisi Indonesia berada di bawah mereka. Tiga komponen peningkatan HDI yakni indeks kesehatan, indeks perekonomian, dan indeks pendidikan.

Kondisi di atas terkait dengan adanya tuntutan pengembangan sumber daya manusia yang terus menerus meningkat dari waktu ke waktu. Standar mutu baik dari jenis karya, kualitas jasa, dan produk, serta layanan mengalami dinamisasi kualitas untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidup manusia yang terus meningkat pula. Ini artinya bahwa layanan pendidikan kita haruslah mampu mengikuti perubahan yang terjadi. Hal lain yang menjadi pertimbangan penulisan judul ini adalah belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam ikut serta mengembangkan kualitas pendidikan di tanah air ini. Tanggung jawab pengembangan pendidikan anak atau generasi bangsa yaitu berada pada orang tua, masyarakat, dan negara. Partisipasi masyarakat di sini tercakup di dalamnya peran orangtua dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya di luar sekolah atau lembaga pendidikan.


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar belakang masalah
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi antar komponen dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat. Komponen pendidikan yang meliputi raw material (input siswa) , tools (alat-alat dan sarana prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang akan menentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang terdiri atas siswa, guru, kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah harus sevisi dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan baik tujuan akademis maupun pembentukan moral.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dinilai banyak pihak belum berkualitas, sebagai indikatornya adalah kualitas Human Development Index (Indeks Kualitas Manusia) berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singgapura, Thailand, bahkan Vietnam. Ada beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di tanah air antara lain: proses pembelajaran belum memperoleh perhatian optimal, guru lebih banyak bekerja sendirian, forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) belum berfungsi optimal, sekolah belum menjadi pusat belajar bagi guru. Berdasar UU No 14 Tahun 2005 guru dituntut untuk profesional. Indikator keprofesionalan guru mencakup empat hal yakni kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.Untuk mencapai keempat kompetensi tersebut selama ini ditempuh secara konvensional yakni melalui diklat dan penataran. Akan tetapi model konvensional tersebut belum menunjukkan hasil yang optimal karena materi penataran akan dilupakan begitu saja setelah sampai di sekolah.
b. Rumusan masalah
Bukan hal yang asing, bila kita seringkali mendengar semboyan ini: Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Dalam hal ini kita akan membahas peran serta ketiganya, yaitu:
a. Peranan pemerintah dalam pendidikan
b. Peranan keluarga dalam pendidikan
c. Peranan masyarakat dalam pendidikan
c. Tujuan
Tujuan makalah ini untuk mengetahui sejauh mana peran serta pemerintah, keluarga, dan masyarakat dalam proses pendidikan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Pemerintah Dalam Pendidikan
Undang-undang BHP bisa menjadi landasan bagi pemerintah untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya terhadap pembiayaan pendidikan. Sebagaimana diatur dalam UU tersebut lembaga pendidikan yang berstatus badan hukum pendidikan (BHP) harus menanggung seluruh biaya operasional sendiri tanpa subsidi dari negara. UU BHP ini dibuat hanya untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah dari besarnya biaya pendidikan. Ditambahkan, dengan berlakunya UU No 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, potensi meningkatnya biaya pendidikan yang harus ditanggung orang tua dan peserta didik cukup terbuka. Pasalnya, dalam pasal 41 ayat 7 disebutkan bahwa peserta didik yang ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biaya tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, orang tua atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya. UU BHP juga mengatur pembatasan kuota bagi pelajar berprestasi yang berhak memperoleh beasiswa pendidikan, yakni sebesar 20% dari total jumlah peserta didik pada sebuah lembaga pendidikan yang berstatus badan hukum. “Pemerintah memang tidak melepas (tanggung jawabnya) langsung, namun bantuan yang diberikan hanya untuk kuota 20%, diluar kuota itu pemerintah tidak bertanggung jawab atas pendidikan rakyatnya,”
Pendidikan nasional yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa adalah pendidikan yang bermakna proses pembudayaan. Pendidikan yang demikian akan dapat memajukan kebudayaan nasional Indonesia . Dalam pembukaan UUD 1945, jelas tertera bahwa tujuan pendirian negara adalah untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, serta memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari kutipan tersebut, nampak jelas bahwa pemerintah negara republik adalah pemerintah yang menurut deklarasi kemerdekaan harus secara aktif melaksanakan misi tersebut. Di antaranya, dengan memajukan kesejahateraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lalu bagaimana tanggung jawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan di Indonesia? Sejak jaman Orde Baru, ketentuan pasal 31 UUD 1945 terutama ayat 2, mulai ditinggalkan. Mulai lahir doktrin baru bahwa penyelenggaraan pendidikan dalam arti pembiayaan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua. Sejak saat itu masuk SD pun dikenakan SPP atau membayar. Sedangkan sebelumnya masuk Universitas Negeri pun hampir tak membayar. Pada periode Orde Lama --walau keadaan ekonomi belum berkembang-- setiap universitas negeri malah dilengkapi dengan perumahan dosen dan asrama mahasiswa. Pelajar dan mahasiswa calon guru juga diberi ikatan dinas. Semuanya dilakukan karena para pendiri republik masih memimpin. Pemerintah negara saat itu memahami makna yang terkandung dalam pembukaan dan pasal-pasal UUD 1945 terutama pasal 31. Atas kenyataan itu, MPR RI berupaya mempertegas makna yang terkandung dalam pasal 31 UUD 1945 dengan mengamandemen menjadi 5 ayat. Salah satu isinya adalah setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Hal lainnya, pemerintah diminta mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Aspek lainnya, negara diminta memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 %.
B. Peranan Keluarga Dalam Pendidikan
Oleh Saiful Arif pada 8 September 2010
Keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan. Meskipun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan. keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun - tahun pertama dalam kehidupanya (usia prasekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil - personilnya.

Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini begitu berarti. Bahkan bisa dikatakan bahwa tanpa keluarga, nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa berat peran yang disandang keluarga.

Problem yang dialami oleh ‘anak jalanan’ untuk memperoleh pendidikan salah satunya adalah minimnya, bahkan tak adanya peran keluarga. Kalaupun akhirnya mereka bersekolah, mereka hanya mendapatkan pengetahuan formal saja. Sementara kasih sayang, sopan santun, moralitas, cinta dan berbagai nilai afektif lainnya sulit mereka dapatkan. Mereka merasa tidak ada tempat yang baik untuk berlindung dan mengungkapkan seluruh perasaan secara utuh dan bebas. Umumnya mereka tidak memiliki keluarga yang mengemban peran tersebut. Kalaupun mereka memiliki keluarga, tidak ada situasi yang kondusif untuk saling berbagi perasaan antar anggota dalam sebuah keluarga. Ini merupakan salah satu kesulitan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mencoba memberdayakan ‘anak jalanan’. Mungkin persoalan sulitnya bagaimana dia mendapatkan pendidikan secara formal, tidak sesulit bagaimana dia memperoleh kasih sayang sejati.
Dari paparan itu kita bisa mengerti betapa peran penting keluarga dalam rangka mengemban misi-misi pendidikan tidak bisa diabaikan. Di dalam keluarga tercermin jalinan kasih dan cinta dalam ikatan emosional, darah dan kekerabatan sangat mendominasi. Dengan demikian, keluarga merupakan cetak biru (blue print) akan menjadi apa seorang anak kelak. Sebagian orang secara tidak sadar mengatakan bahwa sebenarnya peran keluarga adalah sekunder, alias hanya menjadi pelengkap saja. Sebab pengetahuan formal sudah mereka dapatkan di bangku sekolahan. Logika ini tidak saja keliru secara etis, tapi juga patut dipertanyakan pula pandangan moralnya terhadap keluarga. Yang logis, keluarga justru merupakan institusi pendidikan pertama dan utama, kemudian baru dilengkapi dengan nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan dari bangku sekolahan.

C. Peranan masyarakat dalam pendidikan

Meningkatkan Peran Serta Masyarakat (PSM) memang sangat erat berkait dengan pengubahan cara pandang masyarakat terhadap pendidikan. Ini tentu saja bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Akan tetapi, bila tidak sekarang dilakukan dan dimulai, kapan rasa memiliki, kepedulian, keterlibatan, dan peran serta aktif masyarakat dengan tingkatan maksimal dapat diperoleh dunia pendidikan.

Ada 7 tingkatan peran serta masyarakat (dirinci dari tingkat partisipasi terendah ke tinggi), yaitu:
1. Peran serta dengan menggunakan jasa pelayanan yang tersedia. Jenis PSM ini adalah jenis yang paling umum (ironisnya dunia pendidikan kita!). Pada tingkatan ini masyarakat hanya memanfaatkan jasa sekolah untuk mendidik anak-anak mereka.
2. Peran serta dengan memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga. Pada PSM jenis ini masyarakat berpartisipasi dalam perawatan dan pembangunan fisik sekolah dengan menyumbangkan dana, barang, atau tenaga.
3. Peran serta secara pasif. Masyarakat dalam tingkatan ini menyetujui dan menerima apa yang diputuskan pihak sekolah (komite sekolah), misalnya komite sekolah memutuskan agar orang tua membayar iuran bagi anaknya yang bersekolah dan orang tua menerima keputusan itu dengan mematuhinya.
4. Peran serta melalui adanya konsultasi. Pada tingkatan ini, orang tua datang ke sekolah untuk berkonsultasi tentang masalah pembelajaran yang dialami anaknya.
5. Peran serta dalam pelayanan. Orang tua/masyakarat terlibat dalam kegiatan sekolah, misalnya orang tua ikut membantu sekolah ketika ada studi tur, pramuka, kegiatan keagamaan, dsb.
6. Peran serta sebagai pelaksana kegiatan. Misalnya sekolah meminta orang tua/masyarakat untuk memberikan penyuluhan pentingnya pendidikan, masalah jender, gizi, dsb. Dapat pula misalnya, berpartisipasi dalam mencatat anak usia sekolah di lingkungannya agar sekolah dapat menampungnya, menjadi nara sumber, guru bantu, dsb.
7. Peran serta dalam pengambilan keputusan. Orang tua/masyarakat terlibat dalam pembahasan masalah pendidikan baik akademis maupun non akademis, dan ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS).
Pada saat di mana suatu program pembangunan didominasi oleh peran pemerintah dan peran masyarakat lemah, maka masyarakat lalu hanya ditempatkan sebagai saluran mempercepat program-program pembangunan itu. Sebaliknya, apabila kemudian peran masyarakat kuat dan ditempatkan sebagai subjek, maka akan bermakna sebagai upaya pemberdayaan atau penguatan masyarakat, baik secara institusional maupun perseorangan anggota masyarakat (Karsidi, 2002).

Penguatan masyarakat secara institusional bisa diartikan sebagai pengelompokan anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praksis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Termasuk di dalamnya adalah jejaring, pengelompokan sosial yang mencakup mulai dari rumah tangga (household), organisasi - organisasi sukarela (termasuk partai politik), sampai organisasi - organisasi yang mungkin pada awalnya dibentuk oleh negara, tetapi melayani kepentingan masyarakat yaitu sebagai perantara dari negara di satu pihak dengan individu dan masyarakat di pihak lain (Hikam, 1993).

Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan peranserta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peranserta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan untuk dirinya atau kelompoknya. Oleh karena itu, tidak akan dapat diterima jika satu golongan mendiktekan keinginan dan kepentingannya dalam isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan, apakah itu golongan di dalam negeri seperti pejabat pemerintah atau usahawan, dan eksternal seperti kekuatan besar misalnya lembaga (keuangan) internasional (Karsidi, 2002).

Dalam hal apa saja seharusnya mereka berpartisipasi? Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tanggung jawab pengembangan pendidikan sebagai proses sosialisasi adalah berada pada orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat yang berkepentingan. Tanggung jawab tersebut tidak pernah lepas tetapi pernah mengendor, sejalan dengan dominannya paradigma pembangunan sentralistik. Oleh karena paradigma tersebut telah bergeser menuju kepada peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali partisipasi masyarakat, maka perlu segera dilakukan upaya pemulihan dan pengembalian tanggung jawab masyarakat terhadap pengembangan pendidikan baik dalam skala mikro maupun skala makro. Inilah yang saya sebut sebagai reaktualisasi partisipasi masyarakat, karena sebenarnya yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah justru masyarakat itu sendiri. Mengacu pada lingkup partisipasi masyarakat, maka dalam pengembangan pendidikan, masyarakat harus dilibatkan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

Program-program pembelajaran di sekolah berupa desain kurikulum dan pelaksanaannya, kegiatan-kegiatan nonkurikuler sampai pada pengadaan kebutuhan sumber daya untuk suatu sekolah agar dapat berjalan lancar, tampaknya harus sudah mulai diberikan ruang partisipasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Demikian pula di lembaga-lembaga pendidikan lainnya nonsekolah, ruang partisipasi tersebut harus dibuka lebar agar tanggung jawab pengembangan pendidikan tidak tertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri, lebih-lebih pada pemerintah sebagai penyelenggara negara.

Cara untuk penyaluran partisipasi dapat diciptakan dengan berbagai variasi cara sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah atau komunitas tempat masyarakat dan lembaga pendidikan itu berada. Kondisi ini menuntut kesigapan para pemegang kebijakan dan manajer pendidikan untuk mendistribusi peran dan kekuasaannya agar bisa menampung sumbangan partisipasi masyarakat. Sebaliknya, dari pihak masyarakat (termasuk orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat) juga harus belajar untuk kemudian bisa memiliki kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam pengembangan pendidikan.

Sebagai contoh adalah tanggung jawab untuk menghasilkan output yang baik sesuai dengan rumusan harapan bersama. Demikian juga kelompokkelompok masyarakat lain, termasuk orang tua siswa. Dengan cara demikian, maka mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara lembaga pendidikan dan komponen-komponen lainnya di masyarakat tersebut.

Bagaimana dengan tanggungjawab negara terhadap pengembangan pendidikan? Uraian di atas bukan bermaksud untuk mengurangi tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam bidang pendidikan. Sebagaimana diamanatkan oleh UU Sisdiknas, 2003 bahwa pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan, serta berkewajiban memberikan layanan dan kemudahan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah dan pemerintah daerah juga wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara dari usia tujuh sampai usia lima belas tahun. Lebih dari itu, sebenarnya peluang bagi orang tua/warga dan kelompok masyarakat masih sangatlah luas.

Untuk itu, maka dalam kondisi kualitas layanan dan output pendidikan sedang banyak dipertanyakan mutu dan relevansinya, maka pemerintah seharusnya memberikan peluang yang luas bagi partisipasi masyarakat. Lebih dari itu, pemerintah perlu menyusun mekanisme sehingga orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat dapat berpartisipasi secara optimal dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Adanya opini masyarakat bahwa tanggung jawab utama pembangunan (dalam bidang pendidikan) hanya terletak di tangan pemerintah, menyebabkan masyarakat merasa hanya ditempatkan sebagai “bukan pemain utama” dan berakibat melemahkan kemauan berpartisipasi warga dan kelompok - kelompok masyarakat dalam pengembangan pendidikan. Kondisi ini telah merugikan pengembangan pendidikan itu sendiri dan semakin memberatkan pemerintah sebagai penyelenggara negara.

2. Perkembangan teknologi (terutama di bidang teknologi informasi) menyebabkan peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan mulai bergeser. Di kemudian hari sekolah tidak lagi akan menjadi satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber belajar karena banyak sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar. Peranan orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat menjadi sangat penting untuk mengisi kekosongan peran yang tidak lagi mampu diambil oleh sekolah/lembaga pendidikan.

3. Bergesernya paradigma pembangunan sentralistik ke desentralistik telah membuka peluang yang lebar bagi teraktualisasikannya kembali partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan.

4. Orang tua dan kelompok-kelompok masyarakat harus dilibatkan dalam pengembangan pendidikan sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasinya.

5. Media dan forum yang dapat dimanfaatkan untuk penyaluran partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan antara lain adalah media musyawarah dan pembentukan institusi masyarakat yang mampu menampung aspirasi masyarakat, terutama di wilayah atau komunitas tempat sekolah/lembaga pendidikan berada.

6. Diperlukan adanya peraturan perundangan yang mengatur mekanisme partisipasi masyarakat terhadap pengembangan pendidikan baik dalam skala nasional, daerah, maupun tingkat penyelenggara pendidikan.



DAFTAR PUSTAKA
Paulinna Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: UT, . 2001
Khaerudin dan Mahfud Junaedi, KTSP untuk Madrasah, Yogyakarta: Pilar Media, 2007
Paulinna Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: UT, . 2001
Sumar Hendiyana, Makalah dalam KGI, 2008
Suwarsih Madya, Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1994
Selengkapnya...

Makalah Teknik Pengajaran

Kata pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan cara dikemas dan disajikan dengan format dan bahasa sederhana namun penuh manfaat, makalah ini berjudul “Ilmu Pengetahuan Sosial Sebagai Program Pendidikan” untuk memenuhi tugas mata kuliah IPS.
Kelahiran sudah ditentukan kapan, dimana, dan siapa yang melahirkan. Tak ada satupun yang menolak atau memilih apa yang sudah ditentukan-Nya. Di awal tangisan sikecil ibunya tersenyum walaupun sebelumnya ada rasa sakit yang dirasakannya. Ia begitu bersyukur telah melahirkan sikecil dengan selamat. Dalam kebahagiaan seorang ibu saat itu dalam hatinya berucap janji untuk menjaga sikecil yang lambat laun menjadi remaja kebanggaannya.
Setiap orang sejak lahir, tidak terpisahkan dari manusia lain, khususnya dari orang tua, dan lebih khusus lagi dari ibu yang melahirkannya. Sejak ssaat itu si bayi telah melakukan hubungan dengan orang lain, terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga lainnya. Meskipun masih sepihak, artinya dari orang – orang yang lebih tua terhadap dirinya, hubungan sosial itu telah terjadi. Tanpa hubungan sosial dan bantuan dari anggota keluarga lain, terutama dari ibunya, si bayi tidak berdaya itu, tidak akan mampu tumbuh kembang menjadi manusia dewasa.
Dalam hal ini seiring usia yang bertambah mengharuskan hubungan sosial si bayi yang telah tumbuh dewasa diperluas oleh orang tuanya dalam dunia pendidikan agar pengetahuannya lebih luas. Disinilah peran adanya IPS dalam program pendidikan. Fungsi IPS sebagai Pendidikan yaitu untuk membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna, ketrampilan sosial dan intelektual dalam membina perhatian serta kepedulian sosial nya sebagai SDM yang bertanggung jawab dalam merealisasikan tujuan nasional.


Penulis
PENDAHULUAN
Teknik pengajaran seorang guru sangat mendorong perkembangan anak didiknya. Karena berpengaruh besar atas penyampaian materi agar mudah diterima dan dimengerti. Teknik dibuat semudah dan semenarik mungkin. Teknik pengajaran yang baik membuat pandangan bahwa belajar itu indah bukan lagi tentang kerumitan materi – materi baru. Tanpa disadari teknik pengajaran selalu dinilai baik dan buruknya oleh para murid.
Dalam teknik pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di kelas rendah diperlukan cara – cara mudah untuk memperkenalkan bahasa dan sastra. Dalam pembahasan makalah ini ada beberapa teknik yang telah lama digunakan oleh guru kelas rendah. Teknik – teknik yang akan digunakan harus sesuai dengan tingkat psikologi anak atau objek pengajaran agar objek pengajaran tidak merasa jenuh.




PEMBAHASAN


DEFINISI
Ada beberapa pendapat menyatakan tentang teknik,yaitu:
• Menurut Kamus Dewan (edisi ketiga), teknik adalah kaedah mencipta sesuatu hasil seni seperti muzik, karang-mengarang dan sebagainya.
• Menurut Edward M. Anthony mendefinisikan teknik adalah satu muslihat atau strategi atau taktik yang digunakan oleh guru yang mencapai hasil segera yang maksimum pada waktu mengajar sesuatu bahagian bahasa tertentu.
• Mengikut Kamaruddin Hj. Husin & Siti Hajar Hj. Abdul Aziz dalam bukunya Pengajian Melayu III : Komunikasi Bahasa, teknik boleh didefinisikan sebagai pengendalian suatu organisasi yang benar-benar berlaku di dalam bilik darjah di mana ia digunakan untuk mencapai sesuatu objektif.
• Teknik merupakan suatu alat yang digunakan oleh guru bahasa bagi menyampaikan bahan-bahan pengajaran yang telah dipilih untuk pelajar-pelajarnya. Teknik yang dipilih haruslah sejajar dengan kaedah yang digunakan dan seirama dengan pendekatan yang dianuti.
Sedangkan teknik pengajaran itu sendiri adalah cara – cara melaksanakan pengajaran atau mengajar di kelas pada waktu tatap muka dalam rangka menyajikan dan memantapkan bahan pelajaran agar tujuan pengajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.

TUJUAN TEKNIK
1. Menarik Minat murid
2. Mengekalkan perhatian
3. Membangkitkan rasa ingin tahu

A. TEKNIK MENGAJAR KETERAMPILAN MENYIMAK

Menyimak adalah suatu proses kegiatan menyimak lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interprestasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan.
Dengan menyimak seseorang dapat menyerap informasi atau pengetahuan yang disimaknya. Menyimak juga memperlancar keterampilan berbicara dan menulis. Semakin baik daya simak seseorang maka akan semakin baik pula daya serap informasi atau pengetahuan yang disimaknya.
Guru dapat menggunakan beberapa teknik dalam keberadaan siswa untuk menjadi penyimak yang lebih baik. Seorang guru harus dapat mempromosikan suatu sikap dengan menciptakan lingkungan yang dapat membuat siswa meminati latihan menyimak dengan menyenangkan. Pertanyaan – pertanyaan harus dikembangkan untuk membuat siswa lebih berminat untuk menyimak sebuah pesan dari pembicara dan keramaian dalam kelas harus dikurangi. Pendekatan yang tepat dapat diciptakan oleh guru untuk pembelajaran mendengarkan sambutan/khotbah yang membutuhkan suatu interaksi antara siswa sebagai penyimak dengan pembicara. Interaksi tersebut membantu siswa untuk menjadi penyimak yang efektif. Berikut ini dapat membantu siswa untuk menjadi penyimak yang efektif.
a. Berbicara dengan jelas secara langsung, dan menghindari berbicara pada saat menulis di papan tulis,
b. Melihat wajah siswa untuk meyakinkan apakah dia mengrti atau tidak apa yang dijelaskan,
c. Memulai dengan bahan yang berhubungan dengan pengetahuan yang umum, menggambarkan materi tersebut, merangkai secara logis, dan menutup dengan ringkasan,
d. Memberi perintah yang jelas akan menghindari dua kemungkinan,
e. Mendorong siswa untuk memberi pertanyaan,
f. Menekankan materi penting melalui pengulangan, dan menggunakan gambaran bantuan visual : seperti chart, model, catatan di papan tulis, dan OHP.

Funk dan Funk (1989) memberi empat saran untuk mengembangkan kemampuan menyimak di kelas,
a. Guru harus menyampaikan tujuan menyimak.
b. Menciptakan suasana kelas yang kondusif.
c. Guru harus memberikan tindak lanjut dengan segera setelah kegiatan menyimak,
d. Guru harus menggunakan teknik yang dapat mengembangkan “menyimak”

Beberapa contoh teknik menyimak yang dapat dilakukan seorang guru terhadap anak didiknya seperti:
1. Teknik simak – lanjutkan
2. Teknik bisik – berantai
3. Teknik simak – jawab

B. TEKNIK MENGAJAR KETERAMPILAN BERBICARA
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan, 1993 : 15). Pendapat yang sama disampaikan oleh Tarigan, dkk (1997 : 13). Mereka berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Dua macam pendapat di atas pada dasarnya sama saja, yakni berbicara merupakan keterampilan atau kemampuan untuk menyampaikan pesan berupa pikiran, gagasan dan perasaan melalui bahasa lisan kepada orang lain.

Berikut yang merupakan teknik – teknik dalam keterampilan berbicara.

TEKNIK MAIN PERANAN
• Main peranan bermaksud melakonkan sesuatu situasi atau masalah atau peristiwa yang dianggap penting.
• Pelajar diberi peranan dan bertindak sebagai watak-watak yang ditentukan dalam satu situasi yang disediakan.
• Main peranan ialah dramatisasi yang tiada kaitan atau penghafalan skrip, dimana pelakon-pelakon cuba menyelesaikan atau menjelaskan situasi kepada kepada pelajar-pelajar lain supaya mempraktikan kepada diri mereka berdasarkan peranan yang dimainkan secara spontan.
• Proses ini biasanya dimulakan dengan pemikiran masalah yang sesuai. Masalah ini dikemukakan kepada pelajar dengan cara membacakannya atau memperlihatkannya melalui filem, televisyen, mendengar rakaman dan sebagainya.

TEKNIK BERCERITA
• Merupakan salah satu pendekatan yang sesuai digunakan untuk membina kecekapan berbahasa kerana cerita merupakan sesuatu yang dapat menarik minat dan perhatian pelajar.
• Latihan pemahaman, perluasan perbendaharaan kata dan tatabahasa dapat disampaikan.
• Dapat meningkatkan penguasaan kemahiran mendengar, bertutur, membaca dan menulis dikalangan pelajar.
• Perkembangan cerita hendaklah diberi perhatian agar ada peringkat permulaan, kemuncak dan kesudahan cerita. Perhatian perlu diberi kepada teknik persembahan, suara, gerak laku dan kawalan mata.
• Suara memainkan peranan yang penting dimana ia harus dikawal supaya jangan mendatar dan tidak menimbulkan kebosanan.
• Langkah-langkah dalam persediaan teknik bercerita ialah :
• Pilih cerita yang sesuai dengan umur, kecerdasan dan minat murid-murid. Kemudian, sesuaikan pula dengan isi pelajaran yang hendak disampaikan.
• Kaji cerita itu dan cuba masukkan aspek-aspek bahasa.
• Hafazkan frasa atau ayat-ayat penting.
• Latih bercerita seolah-olah guru berada dihadapan murid-murid sekurang-kurangnya sekali sebelum menggunakan teknik ini.
• Guru bercerita dalam keadaan yang selesa.
• Guru boleh menggunakan gambar, objek-objek sebenar atau lain-lain BBM.
• Sediakan kad-kad perkataan, frasa-frasa atau ayat-ayat yang berkaitan dengan aspek-aspek bahasa yang hendak disampaikan.
TEKNIK DRAMA
• Sering digunakan dalam kaedah komunikatif dan kaedah yang berasaskan pendekatan induktif iaitu kaedah terus, elektif dan audiolingual.
• Tujuan utama adalah untuk melatih pelajar menggunakan unsur bahasa, unsur paralinguistik (jeda, nada dan intonasi) dan bukan linguistik (mimik muka, gerak tangan, kepala dan dll) dengan berkesan dalam sesuatu interaksi bahasa atau perbuatan.
• Penggunaannya dapat mendorong dan merangsang pelajar untuk menghubungkan perasaannya dengan matapelajaran yang dipelajarinya.
• Pelajar bebas meluahkan sesuatu, membuat penemuan, memberi dan berkongsi sesuatu.
• Drama berperanan sebagai ragam pembelajaran iaitu sebagai salah satu alat bantu pengajaran dan pembelajaran.
• Dapat menimbulkan keseronokan dan keberkesanan pembelajaran kepada pelajar, disamping dapat menyuburkan sahsiah pelajar.

TEKNIK SOAL – JAWAB
• Merupakan teknik yang paling lama dan paling popular digunakan dalam bidang pendidikan
• Pemilihan teknik ini bukan kerana ia mudah dilaksanakan, tetapi ia adalah bentuk yang berupaya mewujudkan interaksi guru dengan murid secara berkesan.
• Teknik ini dilaksanakan dengan cara guru mengemukakan soalan-soalan yang berkaitan dengan isi pelajaran dan pelajar dikehendaki memberi tindakbalas yang sewajarnya.
• Soalan-soalan yang dikemukan memerlukan pelajar berfikir disamping dapat menguji dan menilai apa yang diajar.
• Tujuan utama teknik soal jawab ialah :
1. Untuk mengesan pengetahuan berbahasa murid
2. Untuk menggalakkan pelajar berfikir secara kreatif, inovatif, logik dan kritis.
3. Untuk mendorong pelajar menyusun dan menghuraikan bahan yang diajar.
• Soalan yang terancang dan bermutu dapat membantu menajamkan pemikiran pelajar di samping dapat mewujudkan suasana pembelajaran yang lebih dinamik dan berkesan.

C. TEKNIK MENGAJAR KETERAMPILAN MEMBACA
Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. oLeh karena itu guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik sehingga mampu menumbuhkan kebiasan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.
Suasana belajar harus dapat diciptakan melalui kegiatan permainan bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan karakteristik anak yang masih senang bermain. Permainan memiliki peran penting dalam perkembangan kognitif dan sosial anak.
Kata kunci: membaca permulaan, permainan, sekolah dasar.
Membaca merupakan salah satu ketrampilan berbahasa yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Keempat aspek tersebut dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu (1) ketrampilan yang bersifat menerima (reseptif) yang meliputi ketrampilan membaca dan menyimak, (2) ketrampilan yang bersifat mengungkap (produktif) yang meliputi ketrampilan menulis dan berbicara (Muchlisoh, 1992: 119).
Teknik pembelajaran membaca melalui permainan bahasa.
• Permainan bahasa adalah salah satu cara dalam mempelajari bahasa melalui teknik permainan.
• Penglibatan dalam permainan telah memberi peluang kepada pelajar memperolehi latihan intensif, pembelajaran bermakna dan sebagai alat dianogstik.
• Kebanyakan aktiviti yang dijalankan akan menggunakan pelbagai kemahiran berbahasa pelajar antaranya kemahiran mendengar, bertutur, membaca dan menulis.
• Permainan bahasa mempunyai hal tuju yang bertepatan dengan kemauan dalam sistem pendidikan negaranya dan Falsafah Pendidikan Negara khususnya. Hal tuju ini diinterapetasikan melalui objektif tersirat dalam permainan bahasa tersebut iaitu :
• merangsang interaksi verbal pelajar
• menambah kefasihan dan keyakinan
• menyediakan konteks pembelajaran
• bertindak sebagai alat yang dapat mengikis rasa bosan
• bertindak sebagai alat pemulihan, pengukuhan dan penggayaan
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, guru dapat melakukan simulasi pembelajaran dengan menggunakan kartu berseri (flash card). Kartu-kartu berseri tersebut dapat berupa kartu bergambar. Kartu huruf, kartu kata, kartu kalimat. Dalam pembelajaran membaca permulaan guru dapat menggunakan strategibermain dengan memanfaatkan kartu-kartu huruf. Kartu-kartu huruf tersebut digunakan sebagai media dalam permainan menemukan kata. Siswa diajak bermain dengan menyusun huruf-huruf menjadi sebuah kata yang berdasarkan teka-teki atau soal-soal yang dibuat oleh guru. Titik berat latihan menyusun huruf ini adalah ketrampilan mengeja suatu kata (Rose and Roe, 1990).


Contoh lain teknik mengajar keterampilan membaca antara lain:
a. Teknik baca – jawab
b. Teknik baca – kritik
c. Teknik baca – cerita

D. TEKNIK MENGAJAR KETERAMPILAN MENULIS
Pengajaran keterampilan menulis secara intensif baru diberikan di kelas 3 dan 4 dalam bentuk materi paragraf dan karangan. Di kelas 3, pembelajar memperoleh matari paragraf, karangan bebas dengan tata tulisnya (ejaan). Secara garis besar materi paragraf terdiri atas
1) pengenalan paragraf secara umum;
(2) pengenalan paragraf deduktif;
(3) pengenalan paragraf induktif;
(4) pengenalan paragraf deduktif-induktif;
(5) pengenalan karangan bebas dengan jumlah paragraf terbatas.
Materi paragraf secara bertahap disajikan melalui pengenalan dan pemahaman unsur yang membangun paragraf sampai pembuatan paragraf. Rinciannya sebagai berikut:
(a) gagasan utama (topik) dan kalimat utama;
(b) gagasan penjelas dan kalimat penjelas;
(c) alat kohesi paragraf, yang meliputi kata ganti, kata kunci, kata hubung (transisi);
(d) koherensi paragraf (keterkaitan dan kesinambungan gagasan);
(e) paragraf utuh.

Pembelajar berlatih menyusun paragraf secara bertahap dengan urutan sebagai berikut:
(a) berlatih mengembangkan gagasan utama menjadi kalimat topik;
(b) berlatih mengembangkan gagasan penjelas menjadi kalimat penjelas;
(c) berlatih melengkapi paragraf dengan kalimat topik;
(d) berlatih menyusun paragraf dari kalimat yang tersedia;
(e) berlatih mengembangkan kalimat topik menjadi paragraf;
(f) berlatih menulis paragraf secara utuh;
(g) berlatih menyusun karangan dari paragaraf yang ada;
(h) berlatih menyusun karangan secara utuh;
Paragraf atau karangan yang telah disusun pembelajar, kemudian diperiksa oleh pengajar satu per satu. Setelah itu, tulisan mereka dibacakan di dalam kelas, disimak pembelajar lain, dan didiskusikan di antara mereka. Prosedur ini dilakukan untuk menumbuhkan kompetisi positif di antara mereka. Sesekali mereka ditugasi menulis karangan di rumah.
Dalam pengajaran materi menulis ini masih sering ditemukan kendala. Kendala yang dimaksud adalah masih sering ditemukannya kesalahan menulis kata, kesalahan membentuk kata berafiks, kesalahan menyusun kalimat, kesalahan dalam kohesi dan koherensi paragraf, dan kesalahan penggunaan ejaan. Dengan cara memeriksa hasil tulisan mereka dan menunjukkan kesalahan tersebut, kesalahan ini sedikit-sedikit bisa dikurangi. Pengajar sering harus menjelaskan kembali materi yang sudah diajarkan sebelumnya akibat terjadinya kesalahan dalam proses kreatif ini.
Contoh teknik pembelajaran keterampilan menulis:
a. Teknik mengarang gambar
b. Teknik melanjutkan karangan
c. Teknik mendeskripsikan objek



KESIMPULAN
Teknik merupakan cara seorang guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai kurikulum yang dikemas semenarik mungkin agar materi terlihat begitu mudahnya untuk dipelajari dan menjadikan belajar itu berkesan untuk selalu diingat. Dalam hal ini teknik permainan sangatlah diperlukan mengingat bermain adalah kegemaran anak – anak.
Selengkapnya...

Makalah Evaluasi

A. Pendahuluan

Undang - undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu (berkualitas) bagi setiap warga negara. Terwujudnya pendidikan yang bermutu membutuhkan upaya yang terus menerus untuk selalu meningkatkan kualitas pendidikan. Upaya peningkatan kualitas pendidikan memerlukan upaya peningkatan kualitas pembelajaran (instructional quality) karena muarad dari berbagai program pendidikan adalah pada terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan tercapai tanpa adanya peningkatan kualitas pembelajaran.
Peningkatan kualitas pembelajaran memerlukan upaya peningkatan kualitas program pembelajaran secara keseluruhan karena hakikat kualitas pembelajaran adalah merupakan kualitas implementasi dari program pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Upaya peningkatan kualitas program pembelajaran memerlukan informasi hasil evaluasi terhadap kualitas program pembelajaran sebelumnya. Dengan demikian, untuk dapat melakukan pembaharuan program pendidikan, termasuk di dalamnya adalah program pembelajaran kegiatan evaluasi terhadap program yang sedang maupun telah berjalan sebelumnya perlu dilakukan dengan baik. Untuk dapat menyusun program yang lebih baik, hasil evaluasi program sebelumnya merupakan acuan yang tidak dapat ditinggalkan.


B. Konsep Dasar Evaluasi

Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan penilaian. (test, measurement, and assessment). Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 2008: 67). Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat, maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the process by which information about the attributes or characteristics of thing are determinied and differentiated (Oriondo,1998: 2). Guilford mendefinisi pengukuran dengan “assigning numbers to, or quantifying, things according to a set of rules” (Griffin & Nix, 1991: 3). Pengukuran dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie. 1986: 14). Allen & Yen mendefinisikan pengukuran sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Djemari Mardapi, 2000: 1). Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita dapat mengukur karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, skala rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.
Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. Popham (1995: 3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai kepentingan pendidikan. Boyer & Ewel mendefinisikan asesmen sebagai proses yang menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. “processes that provide information about individual students, about curricula or programs, about institutions, or about entire systems of institutions” (Stark & Thomas,1994: 46). Berdasarkan berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes. Stufflebeam dan Shinkfield (1985: 159) menyataka n bahwa :

Evaluation is the proce ss of deline ating, obtaining, and providing descriptive and judgmental information about the worth and merit of some object’s goals, design, implementation, and impact in order to guide decision making, serve needs for ac countability, and promote understanding of the involved phenomena.
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan, membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Komite Studi Nasional tentang Evaluasi (National Study Committee on Evaluation) dari UCLA (Stark & Thomas, 1994: 12), menyatakan bahwa:
Evaluation is the process of asce rtaining the decision of c oncern, selecting appropriate information, and collecting and analyzing information in order to report summary data useful to decision makers in se lecting among alternative s.

Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang sesuai untuk mengetahui sejauh mana suatu tujuan program, prosedur, produk atau strategi yang dijalankan telah tercapai, sehingga bermanfaat bagi pengambilan keputusan serta dapat menentukan beberapa alternatif keputusan untuk program selanjutnya.

Berdasarkan pendapat di atas da pat disimpulkan bahwa e valuasi merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, mengintepreta sikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan se bagai dasar membuat keputusan dan atau menyusun kebijakan. Ada pun tujuan e valuasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperba iki atau dihentikan. Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun penyusunan kebija kan yang te rkait dengan program.

C. Program Pembelajaran

Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin (2008: 3 - 4) ada dua pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Menurut pengertian secara umum, “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Jika seorang siswa ditanya oleh guru, apa programnya setelah lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah yang diikuti, maka arti “program” dalam kalimat tersebut adalah rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan setelah lulus. Rencana ini mungkin berupa keinginan untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, membantu orang tua dalam membina usaha, atau mungkin juga belum menemukan program apapun. Apabila program ini langsung dikaitkan dengan evaluasi program, maka program didefinisikan sebagai satu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam program yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Dalam buku yang lain Suharsimi (2008: 291) mendefinisikan program sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Sedangkan Farida Yusuf Tayibnabis (2000: 9) mengartikan program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dengan demikian program dapat diartikan sebagai serangkain kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang berkesina mbungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan banyak orang. Dalam pengertian tersebut ada empat unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu:
1. Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama. Bukan asal rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusun dengan pemikiran yang cerdas dan cermat,
2. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Dengan kata lain ada keterkaitan antar kegiatan sebelum dengan kegiatan sesudahnya,
3. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal bukan kegiatan individual,
4. Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaanya melibatkan banyak orang bukan ke giatan yang dilakukan oleh perorangan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan orang lain.
Pembelajaran merupakan salah satu bentuk program, karena pembelajaran yang baik memerlukan perencanaan yang matang dan dalam pelaksanaanya melibatkan berbagai orang, baik guru maupun siswa, memiliki keterkaitan antara kegiatan pembelajaran yang satu dengan kegiatan pembelajaran yang lain, yaitu untuk mencapai kompetensi bidang studi yang pada akhirnya untuk mendukung pencapaian kompetensi lulusan, serta berlangsung dalam organisasi. Agar pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien, maka perlu kiranya dibuat suatu program pembelajaran. Program pembelajaran yang biasa disebut juga dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan panduan bagi guru atau pengajar dalam melaksanakan pembelajaran Program pembelajaran yang dibuat oleh guru tidak selamanya bisa efektif dan dapat dilaksanakan dengan baik, oleh karena itulah agar program pembelajaran yang telah dibuat yang memiliki kelemahan tidak terjadi lagi pada program pembelajaran berikutnya, maka perlu diadakan evaluasi program pembelajaran.

D. Kegunaan Evaluasi Program Pembelajaran

Sekurang-kurangnya ada empat kegunaan utama evaluasi program pembelajaran, yaitu:

1. Mengkomunikasikan progr am kepada publik

Tidak jarang publik termasuk orang tua siswa mendapat laporan bersifat garis besar dari media massa tentang efektivitas program sekolah termasuk program pembelajaran. Laporan demikian biasanya hanya menyajikan angka-angka statistic tanpa disertai penjelasan secara detail tentang makna dan hal-hal yang tekait. Ada pula sebagian orang tua menerima laporan tentang program pembelajaran dari siswanya. Informasi demikian bagaimanapun kurang lengkap. Padahal laporan atau informasi demikian dapat saja membentuk opini sistem pembelajaran atau bahkan kinerja guru. Oleh karena itu mengkomunikasikan hasil evaluasi program sekolah. Bagaimanapun orang tua maupun masyarakat luas lainnya memiliki kepentingan terhadap pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu sekolah memiliki kewajiban untuk mengkomunikasikan efektivitas program pembelajarannya kepada orang tua maupun publik lainnya melalui hasil-hasil evaluasi yang dilaksanakan, dengan demikian publik dapat menilai tentang efektivitas program pembelajaran dan memberikan dukungan yang diperlukan.

2. Menyediakan informasi bagi pembuat keputusan
Informasi yang dihasilkan dari evaluasi program pembelajaran akan berguna bagi setiap tahapan dari manajemen sekolah mulai sejak perencanaan, pelaksanaan ataupun ketika akan mengulangi dan melanjutkan program pembelajaran. Hasil evaluasi dapat dijadikan dasar bagi pembuatan keputusan, sehigga keputusan kinerjanya. Informasi hasil evaluasi akan memberikan konfirmasi tentang komponen-komponen program pembelajaran yang masih lemah dan perlu ditingkatkan. Bagi siswa informasi hasil evaluasi yang berupa kemajuan hasil belajar siswa juga mempunyai manfaat untuk me ningkatkan motivasi belajar.

E. Objek Evaluasi Pembelajaran

Berdasarkan asumsi bahwa pembelajaran merupakan sistem yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu masukan, proses dan keluaran/hasil; maka objek atau sasaran evaluasi program pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: evaluasi masukan, proses dan keluaran/hasil pembelajaran.
1. Evaluasi masukan pembelajaran meneka nkan pada penilaian karakteristik pese rta didik, ke lengkapan da n keadaan sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik da n kesiapan guru, kurikulum dan materi pembelajaran, strate gi pembelajaran yang sesuai denga n mata pelajaran, serta keadaan lingkungan di mana pembelajaran be rla ngsung.
2. Evaluasi proses pembelajaran meneka nkan pada penilaian pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru meliputi kinerja guru da lam ke las, keefektifan media pe mbelajaran, iklim ke las, sikap dan motivasi belajar siswa.
3. Penilaian hasil pembelajaran merupakan upaya untuk melakukan pengukuran terha dap hasil belajar siswa, ba ik menggunakan tes maupun non tes, dalam hal ini adalah penguasaan kompetensi oleh setiap siswa sesuai dengan karakteristik masing – masing mata pelajaran .



Terkait dengan ketiga objek atau sasaran evaluasi program pembelajaran tersebut, menurut Pusat Pengembangan Sistem Pembelajaran Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Sebelas Maret (2007: 5) dalam praktek pembelajaran secara umum, pelaksanaan evaluasi program pembelajaran menekankan pada evaluasi proses pembelajaran atau evaluasi manajerial, dan evaluasi hasil belajar atau evaluasi substansial. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran kedua jenis evaluasi tersebut merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat penting. Evaluasi kedua jenis komponen yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil pembelajaran. Selanjutnya masukan tersebut pada gilirannya dipergunakan sebagai bahan dan dasar memperbaiki kualitas proses pembelajaran menuju ke perbaikan kualitas hasil pembelajaran. Dengan kata lain untuk memperbaiki kualitas hasil belajar siswa harus didahului dengan perbaikan terhadap kualitas proses pembelajaran.
Dalam konsep manajemen mutu, menurut Sudarwan Danim (2007: 12 -13) mutu pendidikan dilihat dari empat perspektif, yaitu masukan, proses, luaran atau prestasi belajar, dan dampak atau utilitas lulusan. Dengan demikian, kebiasaan menilai mutu proses pembelajaran hanya dengan melihatnya dari prestasi belajar siswa semata tidaklah tepat. Dilihat dari pendekatan sistem pemecahan masalah, prestasi belajar siswa yang buruk bukanlah masalah, melainkan gejala atau indikator adanya masalah. Disebut bukan masalah karena prestasi belajar siswa yang buruk adalah sebuah realitas. Rahasia mengenai factor-faktor apa yang mempengaruhi buruknya hasil belajar siswa, strategi manajemen sekolah macam apa yang harus diterapkan, strategi pembelajaran apa yang harus dikemas agar siswa tahu bagaimana memecahan masalahnya sendirilah yang menjadi masalah.
Berdasarkan beberapa asumsi dan pendapat di atas, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa objek evaluasi program pembelajaran yang pokok harus mencakup dua hal, yaitu:
1. Aspek manajerial, yaitu implementasi rancangan pembelajaran yang telah disusun oleh guru dalam bentuk proses pembelajaran, atau disebut juga dengan evaluasi kualitas proses pembelajaran.
2. Aspek substansial, yaitu hasil belajar siswa setelah mengikuti serangkaian proses pembelajaran yang dirancang oleh guru, atau disebut juga dengan penilaian hasil belajar siswa, baik menggunakan tes maupun non tes.

F. Evaluator Program Pembe lajaran

Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi evaluator program ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menentukan asal evaluator harus mempertimbangkan keterkaitan orang yang bersangkutan dengan program yang akan dievaluasi. Be rdasarkan pertimbangan tersebut Suharsimi Arikunto dan Cep Safrudin (2008: 23 – 25) mengklasifikasikan evaluator menjadi dua macam, yaitu evaluator dari dalam (internal evaluator) dan evaluator dari luar (exte rnal evaluator).
1. Evaluator dari dalam

Yang dimaksud dengan evaluator dari dalam adalah petugas evaluasi program yang sekaligus merupakan salah seorang dari anggota pelaksana program evaluasi. Berdasarkan batasan tersebut maka dalam evaluasi program pembelajaran guru menjadi evaluator dari dalam karena guru selain sebagai perencana sekaligus pelaksana program pembelajaran mempunyai kewajiban menilai, sikap dan perilaku maupun partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, juga mempunyai kewajiban menilai hasil belajar siswa . Adapun kelebihan dan kekurangan evaluator dari dalam antara lain:
Kelebihan Evaluator dari dalam
a. Evaluator memahami betul program yang akan dievaluasi sehingga kekhawatiran untuk tidak atau kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata lain, evaluasi tepat pada sasaran.
b. Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil keputusan tidak banyak mengeluarkan waktu dan biaya yang cukup banyak.
Kekurangan Evaluator dari dalam
a. Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha menyampaikan aspek positif dari program yang dievaluasi dan menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat dikhawatirkan akan bertindak subjektif.
b. Karena sudah memahami seluk beluk program, jika evaluator kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan tergesa-gesa sehingga kurang cermat.

2. Evaluator dari luar
Yang dimaksud dengan evaluator dari luar adalah orang-orang yang tidak terkait dengan implementasi program. Mereka berada di luar dan diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran. Termasuk evaluator eksternal dalam evaluasi program pembelajaran diantaranya evaluasi yang dilakukan petugas yang ditunjuk oleh kepala sekolah maupun evaluasi yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh dinas pendidikan.
Kele bihan Evaluator dari luar
a. Karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program pembelajaran, evaluator dari luar dapat bertindak secara efektif selama melaksanakan evaluasi dan mengambil kesimpulan. Apapun hasil evaluasi tidak akan ada respon emosional dari evaluator karena tidak ada keinginan untuk memperlihatkan bahwa program tersebut berhasil. Kesimpulan yang dibuat akan lebih sesuai dengan keadaan dan kenyataan yang sebenarnya.
b. Seorang ahli yang ditunjuk biasanya akan mempertahankan kredibilitas kemampuannya, dengan begitu ia akan bekerja secara serius dan hati – hati.
Kekurangan Evaluator dari luar
a. Evaluator dari luar biasanya belum mengenal lebih dalam tentang program pembelajaran yang akan dievaluasi. Hal itu wajar karena evaluator tidak ikut dalam proses kegiatannya. Mereka berusaha mengenal dan mempelajari seluk beluk program tersebut setelah mendapat permintaan untuk mengevaluasi. Dampak dari kekurangan pengetahuan tersebut memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat.
b. Pemborosan waktu dan biaya, pengambil keputusan harus mengeluarkan waktu dan biaya untuk membayar evaluator tersebut.


Melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing evaluator, serta untuk lebih mengoptimalkan peran guru dalam evaluasi program pembelajaran, maka sebaiknya evaluator dalam evaluasi program pembelajaran merupakan kombinasi antara evaluator dari dalam dan evaluator dari luar. Sebagai contoh untuk evaluasi program pembelajaran pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran berkenaan dengan satu kompetensi dasar atau satu pokok bahasan evaluasi dilakukan oleh guru yang merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan untuk evaluasi program pembelajaran pada setiap akhir semester atau pada akhir tahun da pat dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk dan diberi tanggungjawab oleh pimpinan sekolah, baik itu dilakukan oleh wakil kepala sekolah bidang kurikulum maupun bagian tertentu yang bertanggung jawab terhadap manajemen mutu sekolah.



Kesimpulan
Peningkatan kualitas pembelajaran membutuhkan adanya peningkatan kualitas program pembelajaran secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Untuk meningkat kan kualitas program pembelajaran membutuhkan informasi tentang implementasi program pembelajaran sebelumnya. Hal dapat diperoleh dengan dilakukannya evaluasi terhadap program pembelajaran secara periodic.
Untuk lebih mengoptimalkan hasil evaluasi program pembelajaran maka peran guru perlu lebih ditingkatkan. Kalau selama ini guru hanya sebagai perancang dan pelaksana program, maka ke depan perlu dilibatkan sebagai evaluator terhadap program pembelajaran. Dalam evaluasi program pembelajaran guru tidak cukup hanya menilai hasil belajar siswa saja, tetapi perlu mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung sebelumnya. Untuk dapat melaksanakan peran sebagai evaluator program pembelajaran dengan baik, guru perlu dibekali pengetahua n dan kecakapan tentang (instructional program evaluation ), mulai dari konsep, pemilihan model-model evaluasi program, penyusunan instrumen evaluasi sampai penyusunan laporan hasil evaluasi program pembelajaran.



PUSTAKA

Djemari Mardapi. (2000).Evaluasi pendidikan. Makalah disampaikan pada Konvensi

Pendidikan Nasional tanggal 19 – 23 September 2000 di Universitas Ne geri Jakarta.

Djemari Mardapi. ( 2008).Teknik penyusunan instrumen tes dan non tes. Yogya karta: Mitra cendekia

Ebe l, R.L. & Frisbie, D.A. (1986).Essentials of educational measurement. Engle wood
Cliffs: Prentice- Hall, Inc.

Farida Yusuf Tayibnapis. (2000).Evaluasi program. Jakarta: Rineka Cipta
Griffin, P. & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting. Sydney: Harcout Brace
Javanovich, Publisher.
Popham, W. J. (1995). Classroom assessment. Boston: Allyn and Bacon

Oriondo, L. L. & Antonio, E. M.D. (1998). Evaluating educational outcomes (Test,

measurement and evaluation) . Manila : Rex Book Store


Stark, J.S. & Thomas, A. (1994). Assessment and program e valuation. Needha m He ights:
Simon & Schuster Custom Publishing.

Stufflebeam, D.L. & Shinkfield, A.J. (1985). Systematic evaluation. Boston: Kluwer Nijhof
Publishing.

Sudarwan Danim. (2007). Visi baru manajemen sekolah. Jakarta: Bumi Aksa ra

Suharsimi Arikunto dan Cep Safrudin A.J. (2008). Evaluasi program pendidikan. Jaka rta:
Bumi Aksara.

Suharsimi Arikunto. (2008). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Tim Pe kerti-AA PPSP LPP Universitas Sebelas Maret. (2007). Panduan evaluasi
pe mbelajaran. Solo: Pusat Pengembangan Sistem Pembe lajara n Lembaga

Pengembangan Pendidikan UNS.

Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidika n Nasional
Selengkapnya...

makalah ips sebagai program pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakekatnya perkembangan hidup manusia mulai saat lahir sampai menjadi dewasa tak dapat terlepas dari masyarakat. Oleh karena itu pengetahuan sosial dapat dikatakan tak asing bagi tiap orang.
Sejak bayi telah melakukan hubungan dengan orang lain terutama dengan ibunya dan dengan anggota keluarga yang lainnya. Meskipun dengan sepihak. Hubungan sosial itu telah terjadi, tanpa hubungan sosial bayi tidak akan mampu berkembang menjadi manusia dewasa.
Pengalaman manusia di luar dirinya tak hanya terbatas hanya dalam keluarga tapi juga meliputi teman sejawat, warga kampung dsb. Hubungan sosial yang dialami makin meluas. Dari pengalaman dan pengenalan dan hubungan sosial tersebut dalam diri seseorang akan tumbuh pengetahuan. Pengetahuan yang melekat pada diri seseorang termasuk pada diri orang lain dapat terangkum dalam “pengetahuan sosial”.
Segala peristiwa yang dialami dalam kehidupan manusia telah membentuk pengetahuan sosial dalam diri kita masing-masing. Kehidupan sosial manusia di masyarakat beraspek majemuk yang meliputi aspek hubungan sosisal, ekonomi, sosial, budaya, politik, psikologi, sejarah, geografi. Beraspek majemuk berarti kehidupan sosisal meliputi berbagai segi yang berkaiatan satu sama lain. Bukti bahwa manusia adalah multiaspek, kehidupan sosial yang merupakan hubungan aspek-aspek ekonomi adalah sandang, papan, pangan merupakan kebutuhan manusia. Kehidupan manusia tak hanya terkait dengan aspek sejarah tetapi juga dengan aspek ruang dan tempat. Sering kita ditanya “kapan kamu lahir” dan dimana kamu lahir” ini menunjukkan bahwa ruang atau tempat memiliki makna tersendiri bagi kehidupan kita manusia.
Karena setiap aspek kehidupan sosial itu mencakup lingkup yang luas untuk mempelajari dan mengkajinya menuntut bidang-bidang ilmu yang khusus. Melalui ilmu-ilmu sosial dikembangkan bidang-bidang ilmu tertentu sesuai dengan aspek kehidupan sosial masing – masing.
Mengapa IPS harus dipelajari dan diajarkan kepada anak didik? Padahal pengetahuan sosial itu telah melekat pada diri kita, dan tak asing lagi. Memang pengetahuan sosial itu diperoleh secara alamiah dari kekdupan sehari-hari, telah ada pada diri kita masing-masing namun hal ini belum cukup menginat kehidupan masyarakat dengan segala permasalahannya makin berkembang.untuk menghadapi keadaan demikian pengetahuan sosial yang diperoleh secara alamiah tidak cukup. Disini perlu pendidikan formal khususnya pendidikan IPS.
Apa tujuan yang wajib dicapai dari pendidikan IPS ? Pertanyaan ini bisa dijawab: tujuan yang ingin dicapai adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan ketrampilan dan kepdulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta bagi masyarakat dan negara.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IPS
IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89). Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya
Dalam bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial (Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial (Sicial Science)
Achmad Sanusi memberikan batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut: “Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
Nursid Sumaatmadja, menyatakan bahwa Ilmu Sosial adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia baik secara perorangan maupun tingkah laku kelompok. Oleh karena itu Ilmu Sosial adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan mempelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Studi Sosial (Social Studies)
Perbeda dengan Ilmu Sosial, Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis, melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas, bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Definisi IPS menurut National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut: social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj. (1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.
B. Sejarah Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan Sosial
Bidang studi IPS yang masuk ke Indonesia adalah berasal dari Amerika Serikat, yang di negara asalnya disebut Social Studies. Pertama kali Social Studies dimasukkan dalam kurikulum sekolah adalah di Rugby (Inggris) pada tahun 1827, atau sekitar setengah abad setelah Revolusi Industri (abad 18), yang ditandai dengan perubahan penggunaan tenaga manusia menjadi tenaga mesin.
Latar belakang dimasukkannya Social studies dalam kurikulum sekolah di Amerika Serikat berbeda dengan di Inggris karena situasi dan kondisi yang menyebabkannya juga berbeda. Penduduk Amerika Serikat terdiri dari berbagai macam ras diantaranya ras Indian yang merupakan penduduk asli, ras kulit putih yang datang dari Eropa dan ras Negro yang didatangkan dari Afrika untuk dipekerjakan di perkebunan-perkebunan negara tersebut.
Pada awalnya penduduk Amerika Serikat yang multi ras itu tidak menimbulkan masalah. Baru setelah berlangsung perang saudara antara utara dan selatan atau yang dikenal dengan Perang Budak yang berlangsung tahun l861-1865 dimana pada saat itu Amerika Serikat siap untuk menjadi kekuatan dunia, mulai terasa adanya kesulitan, karena penduduk yang multi ras tersebut merasa sulit untuk menjadi satu bangsa.
Selain itu juga adanya perbedaan sosial ekonomi yang sangat tajam. Para pakar kemasyarakatan dan pendidikan berusaha keras untuk menjadikan penduduk yang multi ras tersebut menjadi merasa satu bangsa yaitu bangsa Amerika. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memasukkan social studies ke dalam kurikulum sekolah di negara bagian Wisconsin pada tahun 1892. Setelah dilakukan penelitian, maka pada awal abad 20, sebuah Komisi Nasional dari The National Education Association memberikan rekomendasi tentang perlunya social studies dimasukkan ke dalam kurikulum semua sekolah dasar dan sekolah menengah Amerika Serikat. Adapun wujud social studies ketika lahir merupakan semacam ramuan dari mata pelajaran sejarah, geografi dan civics.
Di samping sebagai reaksi para pakar Ilmu Sosial terhadap situasi sosial di Inggris dan Amerika Serikat, pemasukan Social Studies ke dalam kurikulum sekolah juga dilatarbelakangi oleh keinginan para pakar pendidikan. Hal ini disebabkan mereka ingin agar setelah meninggalkan sekolah dasar dan menengah, para siswa: (1) menjadi warga negara yang baik, dalam arti mengetahui dan menjalankan hak-hak dan kewajibannya; (2) dapat hidup bermasyarakat secara seimbang, dalam arti memperhatikan kepentingan pribadi dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, para siswa tidak perlu harus menunggu belajar Ilmu-ilmu Sosial di perguruan tinggi, tetapi sebenarnya mereka sudah mendapat bekal pelajaran IPS di sekolah dasar dan menengah. Pengembangan Pendidikan IPS SD 1 – 9.
Pertimbangan lain dimasukkannya social studies ke dalam kurikulum sekolah adalah kemampuan siswa sangat menentukan dalam pemilihan dan pengorganisasian materi IPS. Agar materi pelajaran IPS lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh siswa sekolah dasar dan menengah, bahan-bahannya diambil dari kehidupan nyata di lingkungan masyarakat. Bahan atau materi yang diambil dari pengalaman pribadi, teman-teman sebaya, serta lingkungan alam, dan masyarakat sekitarnya. Hal ini akan lebih mudah dipahami karena mempunyai makna lebih besar bagi para siswa dari pada bahan pengajaran yang abstrak dan rumit dari Ilmu-ilmu Sosial.
Latar belakang dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan. Kelima masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas, berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas, menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi, berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.


C. Rasional Mempelajari IPS
Rasionalisasi mempelajari IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa dapat:
1. Mensistematisasikan bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan lingkungannya menjadi lebih bermakna.
2. Lebih peka dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung jawab.
3. Mempertinggi rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan Sosial sebagai suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
1. Siapa diri saya?
2. Pada masyarakat apa saya berada?
3. Persyaratan-persyaratan apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat dan bangsa?
4. Apa artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
5. Bagaimanakah kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab oleh setiap siswa, dan jawabannya telah dirancang dalam Pengetahuan sosial secara sistematis dan komprehensip. Dengan demikian, Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan di masyarakat dan proses menuju kedewasaan.



D. Hakikat dan Tujuan Pendidikan IPS
Hakikat IPS
Hakikat IPS, adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup bersama dengan sesamanya. Dengan kemajuan teknologi pula sekarang ini orang dapat berkomunikasi dengan cepat di manapun mereka berada melalui handphone dan internet. Kemajuan Iptek menyebabkan cepatnya komunikasi antara orang yang satu dengan lainnya, antara negara satu dengan negara lainnya. Dengan demikian maka arus informasi akan semakin cepat pula mengalirnya. Oleh karena itu diyakini bahwa “orang yang menguasai informasi itulah yang akan menguasai dunia”.
Suatu tempat atau ruang dipermukaan bumi, secara alamiah dicirikan oleh kondisi alamnya yang meliputi iklim dan cuaca, sumber daya air, ketinggian dari permukaan laut, dan sifat-sifat alamiah lainnya. Jadi bentuk muka bumi seperti daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi, dan daerah pegunungan akan mempengaruhi terhadap pola kehidupan penduduk yang menempatinya. Lebih jelasnya Anda dapat mencermati contoh berikut ini.
• Corak kehidupan masyarakat di tepi pantai utara Jawa yang bentuknya landai dengan laut yang tenang dan tidak begitu tinggi serta arus angin yang tidak begitu kencang, sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk mencari ikan. Hal ini disebabkan ikan banyak berkumpul di kawasan laut yang dangkal yang masih tertembus sinar matahari. Oleh karena itu mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Hampir semua pelabuhan-pelabuhan besar di pulau Jawa sebagian besar terletak di pantai utara Jawa.
• Dataran rendah yang meliputi daerah pantai sampai ketinggian 700 meter di atas permukaan laut merupakan kawasan yang cadangan airnya cukup, didukung oleh iklimnya yang cocok, merupakan potensi alam yang cocokuntuk dikembangkan sebagai areal pertanian, misalnya Karawang, Bekasi, Indramayu, Subang dan sebagainya. Dataran tinggi yang beriklim sejuk, dengan cadangan air yang sudah semakin berkurang maka sistem pertanian yang dikembangkan adalah pertanian lahan kering dan holtikultura seperti sayuran, buah-buahan, da tanaman hias.
• Lain dengan daerah pegunungan yang memiliki corak tersendiri. Karena sedikitnya persediaan air tanah, mengakibatkan pemukiman penduduk terpusat di lembah-lembah atau mendekati alur sungai. Hal ini dikarenakan mereka berusaha untuk mendapatkan sumber air yang relatif mudah. Ladang yang mereka usahakan biasanya terletak di lembah pegunungan.
Marilah kita cermati kembali apa yang sudah kita pelajari di atas. Setelah kita pelajari ternyata kehidupan itu banyak aspeknya, meliputi aspek-aspek:
1. hubungan sosial: semua hal yang berhubungan dengan interaksi manusia tentang proses, faktor-faktor, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu sosiologi
2. ekonomi: berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan manusia, perkembangan, dan permasalahannya dipelajari dalam ilmu ekonomi
3. psikologi: dibahas dalam ilmu psikologi
4. budaya: dipelajari dalam ilmu antropologi
5. sejarah: berhubungan dengan waktu dan perkembangan kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu sejarah
6. geografi: hubungan ruang dan tempat yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia dipelajari dalam ilmu geografi
7. politik: berhubungan dengan norma, nilai, dan kepemimpinan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dipelajari dalam ilmu politik
Tujuan Pendidikan IPS
Berdasarkan pada falsafah negara tersebut, maka telah dirumuskan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan mencintai sesama manusia sesuai ketentuan yang termaksud dalam UUD 1945.
Berkaitan dengan tujuan pendidikan di atas, kemudian apa tujuan dari pendidikan IPS yang akan dicapai? Tentu saja tujuan harus dikaitkan dengan kebutuhan dan disesuaikan dengan tantangan-tantangan kehidupan yang akan dihadapi anak. Berkaitaan dengan hal tersebut, kurikulum 2004 untuk tingkat SD menyatakan bahwa, Pengetahuan Sosial (sebutan IPS dalam kurikulum 2004), bertujuan untuk:
1. mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan, pedagogis, dan psikologis.
2. mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial
3. membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4. meningkatkan kemampuan bekerja sama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.
Sejalan dengan tujuan tersebut tujuan pendidikan IPS menurut (Nursid Sumaatmadja. 2006) adalah “membina anak didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kepedulian social yang berguna bagi dirinya serta bagi masyarakat dan negara” Sedangkan secara rinci Oemar Hamalik merumuskan tujuan pendidikan IPS berorientasi pada tingkah laku para siswa, yaitu : (1) pengetahuan dan pemahaman, (2) sikap hidup belajar, (3) nilai-nilai sosial dan sikap, (4) keterampilan (Oemar hamalik. 1992 : 40-41).
Untuk lebih jelasnya akan dibahas satu persatu.
Pengetahuan dan Pemahaman
Salah satu fungsi pengajaran IPS adalah mentransmisikan pengetahuan dan pemahaman tentang masyarakat berupa fakta-fakta dan ide-ide kepada anak.
Sikap belajar
IPS juga bertujuan untuk mengembangkan sikap belajar yang baik. Artinya dengan belajar IPS anak memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) untuk menemukan ide-ide, konsep-konsep baru sehingga mereka mampu melakukan perspektif untuk masa yang akan datang.


Nilai-nilai sosial dan sikap
Anak membutuhkan nilai-nilai untuk menafsirkan fenomena dunia sekitarnya, sehingga mereka mampu melakukan perspektif. Nilai-nilai sosial merupakan unsur penting di dalam pengajaran IPS. Berdasar nilai-nilai sosial yang berkembang dalam masyarakat, maka akan berkembang pula sikap-sikap sosial anak. Faktor keluarga, masyarakat, dan pribadi/tingkah laku guru sendiri besar pengaruhnya terhadapa perkembangan nilai-nilai dan sikap anak.
Keterampilan dasar IPS
Anak belajar menggunakan keterampilan dan alat-alat studi sosial, misalnya mencari bukti dengan berpikir ilmiah, keterampilan mempelajari data masyarakat, mempertimbangkan validitas dan relevansi data, mengklasifikasikan dan menafsirkan data-data sosial, dan merumuskan kesimpulan. Selanjutnya pendidikan IPS ini juga berfungsi mengembangkan keterampilan, terutama keterampilan sosial dan keterampilan intelektual. Keterampilan sosial, yaitu keterampilan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan hidup bermasyarakat, seperti bekerja sama, bergotong – royong, menolong orang lain yang memerlukan, dan melakukan tindakan secara cepat dalam memecahkan persoalan sosial di masyarakat. Sedangkan keterampilan intelektual, yaitu keterampilan berpikir, kecekatan dan kecepatan memanfaatkan pikiran, cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan sosial di masyarakat.
Karakteristik Pendidikan IPS SD
Untuk membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan. Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi penyampaiannya.
1. Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
a. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
b. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan, produksi, komunikasi, transportasi.
c. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat sampai yang terjauh.
d. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh, tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
e. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan, pakaian, permainan, keluarga.
2. Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagian besar adalah didasarkan pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri), keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah adalah sebagai berikut.
1. Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain yang dikenalnya.
2. Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
3. Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (dalam Oemar Hamalik. 1992 : 42-44), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.
2. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
3. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu, mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat
4. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna
5. Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.

Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
a. Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
b. Suka memuji diri sendiri
c. Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak penting
d. Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang menguntungkan dirinya
e. Suka meremehkan orang lain
2. Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
a. Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
b. Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
c. Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
d. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang, peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus dibuat menarik bagi siswa.


BAB III
KESIMPULAN
IPS merupakan bidang studi baru, karena dikenal sejak diberlakukan kurikulum 1975. Dikatakan baru karena cara pandangnya bersifat terpadu, artinya bahwa IPS merupakan perpaduan dari sejumlah mata pelajaran sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi. Adapun perpaduan ini disebabkan mata pelajaran-mata pelajaran tersebut mempunyai kajian yang sama yaitu manusia.
Pendidikan IPS penting diberikan kepada siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, karena siswa sebagai anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Untuk mengenal masyarakat siswa dapat belajar melalui media cetak, media elektronika, maupun secara langsung melalui pengalaman hidupnya ditengah-tengah msyarakat. Dengan pengajaran IPS, diharapkan siswa dapat memiliki sikap peka dan tanggap untuk bertindak secara rasional dan bertanggungjawab dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupannya.











TANYA JAWAB
Season 1
1. Nama : Muniah
Pertanyaan : Jelaskan keterampilan sosial dan keterampilan intelektual.
Jawab :
a) keterampilan sosial adalah keterampilan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan hidup bermasyarakat, seperti bekerja sama, bergotong royong.
b) Keterampilan intelektual adalah keterampilan berpikir, kecekatan dan kecepatan memanfaatkan pikiran, cepat tangga dalam menghadapi permasalahan sosial di masyarakat.

2. Nama : Noprianto
Pertanyaan : Apa yang melatar belakangi IPS sebagai program pembelajaran?
Jawab :
Untuk membekali anak pengetahuan sosial agar berguna dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Contoh: bergotong royong dalam kehidupan bermasyarakat sebagai makhluk sosial.






Season 2
1. Nama : Devi Handini
Pertanyaan : Apa peran aktif pemerintah terhadap IPS dalam program pendidikan?
Jawab : Pemerintah memasukkan IPS dalam kurikulum pembelajaran.
2. Robbi
Pertanyaan : Sebutkan dasar – dasar pendidikan IPS dan berikan contohnya.
Jawab :
a. Membina
b. Mengayomi
c. Mengajar dan membelajarkannya
d. Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik
Contoh : Mendiskusikan masalah sosial yang terjadi sehari – hari

DAFTAR PUSTAKA
http://beduatsuko.blogspot.com/2009/02/makalah-konsep-pendidikan-ips-dan.html
http://massofa.wordpress.com/2007/12/21/hakekat-ips-sebagai-program-studi/
Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme